Kiat
Menulis Cerita Fiksi
Resume ke-10
Gelombang 27
Tanggal : 12 September 2022
Tema : Kiat Menulis Cerita Fiksi
Narasumber : Sigid Purwo Nugroho
Moderator : Sudomo, S.
Pt.
Saya
mengawali tulisan di kompasiana dengan kategori cerpen, lebih tepatnya dongeng
anak atau fabel. Ada beberapa hal yang membuat saya memilih menulis dongeng
anak. Pertama, motivasi utama saya adalah Nafisha, anak saya. Nafisha sangat
senang ketika dibacakan dongeng, sehingga saya ingin membacakan dongeng dari
buku hasil karya saya sendiri. Kedua, bagi saya menulis cerita fiksi lebih
mudah daripada artikel non fiksi, karena tidak memerlukan banyak referensi
ilmiah atau riset yang mendalam.
Namun,
sudah beberapa hari ini, saya pindah haluan, saya mulai menulis materi-materi
lain di luar dongen anak. Hal ini karena, saya merasa sudah kesulitan menemukan
inspiraasi. Ternyata, susah juga menulis cerita fiksi kalau dilakukan dalam
jangka panjang.
Nah,
kebetulan sekali, malam ini pelatihan Belajar Menulis PGRI Gelombang 27 sudah
memasuki pertemuan ke-10. Materi yang akan dipelajari yaitu tentang “Kiat
Menulis Fiksi”. Tentu saya sangat senang, karena berharap materi malam ini bisa
menjadi solusi, agar saya bisa kembali kepada komitmen awal, menulis dongeng
untuk dibukukan menjadi buku solo.
Pertemuan
malam ini dipandu oleh moderator hebat, Bapak Sigid Purwo Nugroho dengan narasumber
Bapak Sudomo, S. Pt. Beliau bertugas di SMP Negeri 3 Lingsar Lombok Barat. Beliau adalah Sarjana
Peternakan yang saat ini mengajar IPA dan menjadi penulis fiksi. Dengan berbagai
pengalamannya menulis fiksi, beliau siap berbagi kiat jitu menulis cerita fiksi
melalui Group WA BM 27.
Narasumber
memulai materi dengan meminta peserta menuliskan pengalaman menulis cerita
fiksi, saya pun mengirim pengalaman saya menulis dongeng anak, dan saya tulis
juga bahwa saya kehabisan ide untuk menulis. Sangat berharap malam ini mendapat
pencerahan agar bisa kembali menulis dongeng dengan kualitas yang lebih baik
tentunya.
Sebelum
mulai menulis cerita fiksi, berikut alasan
mengapa kita harus belajar menulis cerita fiksi menurut narasumber :
1. Cerita
fiksi menjadi salah satu aspek yang diujikan dalam Asesmen Kompetensi Minimum
(AKM)
2. Sebagai
cara menemukan passion dalam hal kepenulisan
3. Sebagai
upaya menyembunyikan dan menyembuhkan luka diri
4. Sebagai
jalan mengeksplor kemampuan menulis.
Kemudian,
apa saja syarat menulis cerita fiksi?
1.
Komiten
dan niat yang kuat
Komitmen dan niat sangat
berkaitan dengan usaha untuk mempelajari dan menyelesaikan sesuatu yang sudah
dimulai.
2.
Kemauan
dan kemampuan melakukan riset
Riset fiksi tidak
seilmiah riset nonfiksi. Riset fiksi bisa berupa literatur atau lapangan. Hal ini
dimaksudkan agar alur cerita lebih hidup dan terasa nyata.
3.
Banyak
membaca cerita fiksi
Dengan banyak membaca
akan memperkaya kosakata, menambah referensi gaya bahasa, dan memperoleh beberapa
gambaran teknik penulisan.
4.
Mempelajari
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI)
Hal ini agar meningkatkan
kompetensi dalam swasunting setelah selesai menulis cerita fiksi.
5.
Memahami
dasar-dasar menulis cerita fiksi
Dengan memiliki pemahaman
yang kuat tentang dasar-dasar menulis cerita fiksi, tentu akan memudahkan dalam
proses menulis.
6.
Menjaga
konsistensi menulis
Konsistensi akan mengantarkan kita menemukan gaya penulisan sebagai kekhasan kita.
Bentuk
cerita fiksi meliputi :
1. Fiksimini
Berupa
kata yang menggambarkan satu cerita utuh.
2. Flash Fiction
Jumlah
kata khusus, misalnya 50 kata, 100 kata, dll.
3. Pentigraf
Cerita
pendek 3 paragraf.
4. Cerpen
Jumlah
kata < 7.500 kata.
5. Novelet
Jumlah
kata mulai dari 7.500 sampai 17.500 kata.
6. Novela
Jumlah
kata berkisar antara 17.500 sampai 40.000 kata.
7. Novel
Jumlah
kata lebih dari 40.000 kata
Unsur-unsur
pembangun cerita fiksi :
1. Tema
Tips
memilih tema : dekat dengan penulis, menarik perhatian, bahan mudah diperoleh,
ruang lingkup terbatas.
2. Premis
Ringkasan
cerita dalam satu kalimat. Unsur-unsur premis meliputi karakter, tujuan tokoh,
rintangan, dan resolusi.
3. Alur/Plot
Unsur-unsur
plot : pengenalan cerita, awal konflik, menuju konflik, konflik
memuncak/klimaks, penyelesaian.
4. Penokohan
Teknik
penggambaran tokoh ada 4 yaitu : analitik, fisik dan perilaku tokoh, tata
bahasa tokoh, penggambaran oleh tokoh lain.
5. Latar/Setting
Penggambaran
waktum tempat, dan suasana terjadinya peristiwa-peristiwa dalam cerita.
6. Sudut Pandang
Cara penulis menempatkan dirinya terhadap cerita yang diwujudkan dalam pandangan tokoh cerita.
Kami diajak berkolaborasi oleh narasumber untuk melanjutkan premis berikut :
"Aku
tidak mau!"
Terdengar suara memecah gelapnya malam. Sesaat setelahnya menghilang. Hanya angin memenuhi pekat malam. Sepertinya aku mengenali suara itu. Itu adalah suara Nafisha. Akhir-akhir ini dia tidak mau segera tidur. Ia justru menghabiskan malam dengan terus bermain gadjet. Akibatnya, ia sering bangun kesiangan dan terlambat datang ke sekolah.
Kemudian, bagaimana proses kreatif menulis ?
1. Niat
Jaga
terus motivasi dan komitmen untuk memulai dan menyelesaikan tulisan.
2. Baca fiksi orang lain
Sebagai
bahan referensi untuk menemukan ide, diksi, gaya bahasa, dan teknik penulisan.
3. Menentukan ide dan genre
Segera
catat saat ide muncul, munculkan ide dengan imajinasi, pilih genre sesuai yang
dikuasai dan disukai.
4. Membuat outline
Kerangka
akan memudahkan dalam mengembangkan cerita fiksi.
5. Menulis
Buka
cerita dengan baik, paparkan karakter tokoh dengan jelas, tulis cerita dengan
runtut, menantang dan akhiri dengan ending yang baik.
6. Swasunting
Dilakukan
setelah selesai menuangkan semua ide. Harus selalu berdasarkan pada KBBI dan PUEBI.
Materi
malam ini terasa sangat sarat ilmu, setiap materi yang disampaikan narsumber
bak ‘daging’ yang sayang untuk tidak disantap. Dapat disimpulkan bahwa dalam
menulis cerita fiksi kita harus mempunyai niat yang kuat dan pemahaman mengenai
unsur-unsur fiksi. Selain itu kita harus mempelajari KBBI dan PUEBI agar
penulisan kita benar sehingga tulisan kita enak dibaca.
Resume nya cukup lengkap 👍
ReplyDeleteMksh bu Ovi
Delete